Thursday, February 12, 2015

Mandiri, Jaga Reputasi dan Berbagi



Berpegang nasihat dari orang tua untuk menjadi manusia yang mandiri, menjaga reputasi dan bila mendapat lebih agar berbagi, Teddy Rachmat kini tidak hanya sukses dalam dunia bisnis, tetapi menjadi inspirasi dalam kontribusi sosialnya. Karenanya Tahir foundation memberikan penghargaan Lifetime Achivement Award.
Ada beberapa pemimpin yang kiprahnya selalu saya perhatikan dan saya jadikan panutan. Mereka adalah pemimpin yang selain hebat dalam bidangnya, juga peduli dan membawa kebaikan bagi lingkungan sekitarnya. Salah satu pemimpin tersebut adalah Theodore Permadi Rachmat, dengan panggilan akrab Teddy Rachmat. Teddy lahir di Kadipaten, Majalengka, 15 Desember 1943. Orang tuanya, Adi dan Agustin Rachmat, menasehatkan tiga hal, yaitu agar dia bisa hidup mandiri, selalu menjaga reputasi dan bila berpenghasilan lebih, berbagilah. Nasihat itu rupanya dilaksanakan oleh Teddy.
Setelah lulus dari Jurusan Mesin ITB, pada tahun 1968, Wiliam Soeryadjaya,sang paman, mengajak Tedy bekerja di Astra. Di perusahaan ini, Teddy diminta belajar mengenai alat berat di Caterpillar, Belanda.  Selama enam bulan, dia belajar seluk beluk alat berat seperti traktor, forklift, dan eskavator. Setelah itu, dia diminta mengelola United Tractor (UT), unit alat berat Grup Astra. Bersama timnya, Teddy berhasil membangun UT sebagai  perusahaan alat berat terkemuka. Dalam bukunya, Teddy menyebutkan UT ini menjadi kawah candradimuka kader pemimpin Grup Astra. Karir Teddy di Astra terus meroket hingga mencapai posisi Presiden Direktur PT Astra International Tbk pada tahun 1984-1998 dan 2000-2002. Dimasa kepemimpinannya Astra berkembang pesat dan hingga kini menjadi salah satu konglomerasi bisnis terbesar dan tersukses di Indonesia.
Selepas dari Astra, Teddy membangun dan mengembangkan Triputra Grup, berawal dari Adira Finance yang didirikan Rafael Adi Rachmat, ayah Teddy  pada 1990 dan bergerak di sektor pembiayaan mobil. Triputra Group kini bergerak di karet olahan, batu bara, perdagangan, manufakturing, agribisnis, dealership motor dan logistik. Selain itu  bersama sepupunya, Edwin Soeryadjaya, ia membesarkan perusahaan tambang batu bara di Kalimantan, PT Adaro Energy.
Dalam berusaha, kiatnya adalah identifikasi competitive edge dan kelola daya saing ini habis-habisan. Teddy mengambil perumpamaan masyarakat China: ‘Jika Anda ingin menjaring banyak ikan, kenalilah samudra yang tepat.’ Lebih lanjut Teddy berkata : “Kita tidak bisa bercocok tanam di padang pasir, tetapi harus mampu mencari lahan subur sesuai tanaman kita.Daya saing ini harus ditunjang oleh manajemen proses organisasi, yaitu standarisasi untuk menjamin kualitas produk, karyawan yang berkarakter dan memiliki gairah dalam bekerja, serta budaya perusahaan yang transparan untuk membangun trust. Pemimpin harus membangun suasana yang menyenangkan dan membangun rasa bangga bagi karyawannya, tegasnya.

Karirnya tidak selalu mulus, Teddy sudah mengalami dua kali dipecat dan dua kali hampir bangkrut. Mengatasi kegagalan bagi Teddy kuncinya adalah boleh menangis satu weekend, untuk melampiaskan kesedihan, tetapi sesudah itu ia bekerja keras lagi untuk bangkit. “Kalau jatuh sepuluh kali, bangunlah sebelas kali,” katanya. Teddy percaya, ketika poses yang dilakukannya benar, maka keberhasilan hanya soal waktu saja. Karenanya Teddy berprinsip, poses lebih penting dari hasil.


Kiprah cemerlangnya didunia bisnis sudah banyak diketahui. Sisi lain dari Teddy yang tak kalah mengagumkan dikupas di acara Kick Andy bertajuk “Miliader Dermawan” pada hari Rabu 21 Januari 2015. Pada sesi ini terungkap bahwa selama hidupnya Teddy telah mengalami tiga kali kerusuhan yang menurutnya adalah akibat dari kesenjangan sosial. Karenanya mimpinya adalah, tidak ada lagi kemiskinan di Indonesia. Meski dia sadar bahwa mimpi ini mungkin tidak akan pernah terealisasi, namun demikian dia akan terus berbuat. “Saya ingin meninggalkan dunia dengan kondisi lebih baik daripada ketika memasukinya” demikian salah satu motto dari Teddy Rachmat di buku Pembelajaran T.P Rachmat.
Untuk melihat seberapa besar kontribusi Teddy bagi lingkungannya, dalam penciptaan lapangan kerja, kini jumlah karyawan di Triputra group adalah  40.000 orang dan Adaro  20.000 orang. Melalui yayasan dan kegiatan sosialnya, Teddy telah membantu 6500 yatim piatu dan 10.000 penerima beasiswa. Selain itu dia juga mebangun banyak sekali klinik di daerah kumuh di seluruh Indonesia. Di klinik ini orang cukup membayar 5000 rupiah untuk mendapatkan layanan medis dan pengobatan.  Setiap tahun sekitar 100.000 orang memanfaatkan klinik ini.
Bagi Teddy bahagia adalah "wanting what you have" artinya mensyukuri apa yang dimiliki. Dan saat yang paling membahagiaan baginya adalah ketika orang yang ditolongnya mengatakan Thank You pak Teddy, karena ketika itu dia merasa bahwa hidupnya bermakna. Diapun merasa semakin banyak memberi, semakin banyak pula rejeki yang diterimanya. Semula Teddy berprinsip bila tangan kanan memberi, maka tangan kiri tidak perlu tau. Tetapi kini, sejalan dengan keinginan untuk mendorong semangat berbagi, dia berubah dan berpendapat bila tangan kanan memberi, maka tangan kiri perlu tau, agar tangan kiripun ikut memberi.
Bagi ITB, Teddy Rachmat, anggota kehormatan Majelis Wali Amanat ITB, adalah salah satu alumni yang sangat membanggakan, selain karena prestasinya, juga karena kedermawanannya. Salah satu Laboratorium Teknik ITB, yaitu Labtek IV kini dinamai T.P. Rachmat, karena beliau adalah salah satu yang memberikan dana sebesar Rp. 25 milyar untuk mengisi endowment fund ITB, serta setiap tahun menjadi donatur program Beasiswa ITB untuk Semua.
Rupanya nasihat orang tuanya untuk menjadi manusia yang mandiri, terus menjaga reputasi dan bila mendapat lebih berbagilah, terus menjadi pegangan Teddy dan dilaksanakannya dengan sempurna.

Sunday, February 1, 2015

Pilihan Presiden Joko Widodo






Rakyat Indonesia menanti dengan rasa penuh ingin tau dan harap-harap cemas, pilihan mana kiranya yang akan diambil oleh Presiden Joko Widodo, antara melantik Komjen Budi Gunawan, atau mengajukan Calon Kapolri Baru. Demikian pula apa yang akan dilakukannya didalam mengatasi kisruh antara KPK dan Mabes Polri.

Saya menanti keputusan Presiden Joko Widodo dengan berdebar-debar. Saya sungguh berharap, Presiden Joko Widodo tidak melantik Komjen Budi Gunawan, melainkan memilih dan mengusulkan kepada DPR calon Kapolri Baru yang tidak punya catatan di KPK/PPATK. Calon Kapolri yang Kompeten dan berintegritas tinggi, sehingga kita bisa berharap bahwa penegakan hukum dan pemberantasan korupsi bisa berjalan dengan baik dimasa kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Saya sungguh menanti dengan berdebar-debar, karena Joko Widodo adalah penerima Anugrah BHACA (Bung Hatta Anti Corruption Award) tahun 2010, dan saya pada saat itu adalah Ketua Dewan Juri nya, dengan anggota dewan juri Eko Prasodjo, Rikard Bagun, dan Zoemrotin K. Susilo. Anugrah BHACA diberikan kepada mereka yang bersih dari praktek korupsi, tidak menyalahgunakan kekuasaan atau jabatannya, tidak menyuap atau menerima suap, dan berperan aktif, memberikan inspirasi atau mempengaruhi masyarakat atau lingkungannya dalam pemberantasan korupsi. Jokowi menerima Anugrah BHACA ketika beliau masih menjabat sebagai Walikota Solo.

Saya sepenuhnya menyadari bahwa semakin tinggi posisi seseorang, semakin kompleks situasi yang dihadapinya, yang artinya setiap keputusan yang diambilnya, apapun itu, selalu mengandung konsekuensi. Layaknya pohon cemara, ketika ada angin besar, semakin keatas goyangannya semakin kuat, apalagi di ujung yang paling atas, dimana Presiden Joko Widodo kini berada.

Beberapa waktu terakhir ini kita melihat Presiden Joko Widodo berusaha mendengar masukan dari berbagai pihak. Di awal-awal kisruh ini, Presiden Joko Widodo mengadakan beberapa pertemuan dengan para petinggi partai politik pendukungnya, dan hasil dari pertemuan tersebut intinya adalah desakan agar Presiden Jokowi segera melantik Komjen Budi Gunawan sebagai kapolri. Setelah itu selain mendengarkan masukan dari Dewan Pertimbangan Presiden yang baru dilantik, Presiden Joko Widodo juga mendapat masukan dari Tim Independen (Tim 9) yang dipilihnya sendiri yang terdiri dari pakar hukum tata negara Hikmahanto Juwana, sosiolog Imam Prasodjo, mantan Wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar, mantan Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas, mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, dan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif. Presiden. Joko Widodo juga mendengar pendapat Prabowo Subianto dan Presiden ke-3 RI BJ Habibie. Sebelumnya, para relawan pendukung Presiden Joko Widodo, seperti Relawan Konser Dua Jari, menyampaikan masukan melalui surat terbukanya.

Menarik untuk dicatat, betapa hubungan Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo tampak begitu baik. Saat keduanya keluar dari pintu utama istana Bogor, tawa lepas tampak di wajah mereka, nyaris tidak tampak bahwa keduanya pernah menjadi rival sengit saat Pemilu Presiden 2014. Sungguh melegakan hati mendengar Prabowo menegaskan dukungannya terhadap sikap Presiden untuk memperkuat dan menjaga semua institusi negara, termasuk Polri dan KPK. Ia juga menghormati apa pun keputusan yang diambil Presiden sebagai pemegang mandat rakyat terkait pengangkatan Kepala Polri.

Kini keputusan ada di tangan Presiden, yang memang mempunyai hak prerogatif untuk memilih Kapolri. Masyarakat sepertinya terbelah menjadi dua kubu. Kelompok pertama adalah mereka yang sejalan dengan suara dari partai politik di DPR yang menginginkan Presiden Jokowi segera melantik Komjen Budi Gunawan sebagai kapolri. Di kubu yang berseberangan adalah para penggiat anti korupsi dan barisan relawan Jokowi. Kubu kedua ini menginginkan agar Presiden Joko Widodo membatalkan penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai kapolri karena sudah menjadi tersangka korupsi. Apapun keputusan yang diambil pasti memunculkan risiko politik yang tidak ringan.

Melihat situasi ini saya jadi teringat nasihat bijak dari Eleanor Roosevet : "Do what you feel in your heart to be right, for you'll be critized anyway." Saya pikir nasihat iini sangat tepat untuk kondisi yang sedang dihadapi oleh Presiden Joko Widodo.

Lakukan apa yang menurut kata hatimu benar Pak Presiden, karena apapun yang Bapak putuskan, akan ada yang mengritik dan tidak puas. Dan saya percaya, sebagai penerima Bung Hatta Anti Corruption Award, Bapak akan mengambil keputusan yang terbaik bagi Bangsa dan Negara Indonesia, yaitu keputusan yang mencerminkan semangat anti korupsi”

Jakarta, 1 Februari 2015
Betti Alisjahbana.