Sunday, February 1, 2015

Pilihan Presiden Joko Widodo






Rakyat Indonesia menanti dengan rasa penuh ingin tau dan harap-harap cemas, pilihan mana kiranya yang akan diambil oleh Presiden Joko Widodo, antara melantik Komjen Budi Gunawan, atau mengajukan Calon Kapolri Baru. Demikian pula apa yang akan dilakukannya didalam mengatasi kisruh antara KPK dan Mabes Polri.

Saya menanti keputusan Presiden Joko Widodo dengan berdebar-debar. Saya sungguh berharap, Presiden Joko Widodo tidak melantik Komjen Budi Gunawan, melainkan memilih dan mengusulkan kepada DPR calon Kapolri Baru yang tidak punya catatan di KPK/PPATK. Calon Kapolri yang Kompeten dan berintegritas tinggi, sehingga kita bisa berharap bahwa penegakan hukum dan pemberantasan korupsi bisa berjalan dengan baik dimasa kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Saya sungguh menanti dengan berdebar-debar, karena Joko Widodo adalah penerima Anugrah BHACA (Bung Hatta Anti Corruption Award) tahun 2010, dan saya pada saat itu adalah Ketua Dewan Juri nya, dengan anggota dewan juri Eko Prasodjo, Rikard Bagun, dan Zoemrotin K. Susilo. Anugrah BHACA diberikan kepada mereka yang bersih dari praktek korupsi, tidak menyalahgunakan kekuasaan atau jabatannya, tidak menyuap atau menerima suap, dan berperan aktif, memberikan inspirasi atau mempengaruhi masyarakat atau lingkungannya dalam pemberantasan korupsi. Jokowi menerima Anugrah BHACA ketika beliau masih menjabat sebagai Walikota Solo.

Saya sepenuhnya menyadari bahwa semakin tinggi posisi seseorang, semakin kompleks situasi yang dihadapinya, yang artinya setiap keputusan yang diambilnya, apapun itu, selalu mengandung konsekuensi. Layaknya pohon cemara, ketika ada angin besar, semakin keatas goyangannya semakin kuat, apalagi di ujung yang paling atas, dimana Presiden Joko Widodo kini berada.

Beberapa waktu terakhir ini kita melihat Presiden Joko Widodo berusaha mendengar masukan dari berbagai pihak. Di awal-awal kisruh ini, Presiden Joko Widodo mengadakan beberapa pertemuan dengan para petinggi partai politik pendukungnya, dan hasil dari pertemuan tersebut intinya adalah desakan agar Presiden Jokowi segera melantik Komjen Budi Gunawan sebagai kapolri. Setelah itu selain mendengarkan masukan dari Dewan Pertimbangan Presiden yang baru dilantik, Presiden Joko Widodo juga mendapat masukan dari Tim Independen (Tim 9) yang dipilihnya sendiri yang terdiri dari pakar hukum tata negara Hikmahanto Juwana, sosiolog Imam Prasodjo, mantan Wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar, mantan Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas, mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, dan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif. Presiden. Joko Widodo juga mendengar pendapat Prabowo Subianto dan Presiden ke-3 RI BJ Habibie. Sebelumnya, para relawan pendukung Presiden Joko Widodo, seperti Relawan Konser Dua Jari, menyampaikan masukan melalui surat terbukanya.

Menarik untuk dicatat, betapa hubungan Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo tampak begitu baik. Saat keduanya keluar dari pintu utama istana Bogor, tawa lepas tampak di wajah mereka, nyaris tidak tampak bahwa keduanya pernah menjadi rival sengit saat Pemilu Presiden 2014. Sungguh melegakan hati mendengar Prabowo menegaskan dukungannya terhadap sikap Presiden untuk memperkuat dan menjaga semua institusi negara, termasuk Polri dan KPK. Ia juga menghormati apa pun keputusan yang diambil Presiden sebagai pemegang mandat rakyat terkait pengangkatan Kepala Polri.

Kini keputusan ada di tangan Presiden, yang memang mempunyai hak prerogatif untuk memilih Kapolri. Masyarakat sepertinya terbelah menjadi dua kubu. Kelompok pertama adalah mereka yang sejalan dengan suara dari partai politik di DPR yang menginginkan Presiden Jokowi segera melantik Komjen Budi Gunawan sebagai kapolri. Di kubu yang berseberangan adalah para penggiat anti korupsi dan barisan relawan Jokowi. Kubu kedua ini menginginkan agar Presiden Joko Widodo membatalkan penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai kapolri karena sudah menjadi tersangka korupsi. Apapun keputusan yang diambil pasti memunculkan risiko politik yang tidak ringan.

Melihat situasi ini saya jadi teringat nasihat bijak dari Eleanor Roosevet : "Do what you feel in your heart to be right, for you'll be critized anyway." Saya pikir nasihat iini sangat tepat untuk kondisi yang sedang dihadapi oleh Presiden Joko Widodo.

Lakukan apa yang menurut kata hatimu benar Pak Presiden, karena apapun yang Bapak putuskan, akan ada yang mengritik dan tidak puas. Dan saya percaya, sebagai penerima Bung Hatta Anti Corruption Award, Bapak akan mengambil keputusan yang terbaik bagi Bangsa dan Negara Indonesia, yaitu keputusan yang mencerminkan semangat anti korupsi”

Jakarta, 1 Februari 2015
Betti Alisjahbana.

2 comments:

  1. Apakah Betti telah memiliki data-data tertulis mengenai Pak KomJen BG sebagai KORUPTOR??

    Bila YA, ajukan ke KPK agar bertambah kuat.
    Bila TIDAK punya, maka serahkan saja pada proses peradilan yang telah Betti sepakati sebagai anak bangsa.

    Doa saya:

    Ya ROBB,....
    Ampuni dosa-dosa saya, agar aku bisa masuk surga MU. Alhamdu lilLaah, aamiin.

    Itu saja permintaan saya ke TUHAN ku, salaam SINERGI PENUH SEMANGAT

    ReplyDelete