Di Indonesia ada
1.248 Stasiun Radio, 1.707 Koran dan Majalah, serta 76 Stasiun
Televisi. Semua itu dikuasai hanya oleh 12 grup media besar : CT
Corp, MNC Group, Jawa Pos Group, Kompas Gramedia, Mahaka Media Group,
Berita Satu, Tempo, Media Group, Femina Group, Visi Media Asia, Mitra
Group, dan Elang mahkota Teknologi. Pemilik media kerap punya
kepentingan yang berbeda dengan kepentingan publik. Sebagian berpihak
pada partai atau tokoh partai tertentu sehingga independensinya
dipertanyakan. Informasi ini saya cuplik dari
video berjudul ”Media
Kita : Milik Siapa, Untuk Siapa?”
yang
dibuat oleh organisasi Innovation
Policy and Governance.
Video
itu dapat dilihat di https://www.youtube.com/watch?v=Eoq_8qKnkb0
Sementara
itu, dalam
buku
berjudul
“Media
dan Kekuasaan, Televisi di hari-hari terakhir Presiden Soeharto”
Ishadi
SK, mendeskripsikan
dan menganalisa dengan cermat berbagai ketegangan yang terjadi di
antara newsroom
dan wakil pemilik di tiga stasiun : Indosiar, RCTI dan SCTV,
ketiganya adalah stasiun televisi milik ”Keluarga Cendana”.
Jajaran
redaksi yang awalnya masih mencoba membela Soeharto lewat kebijakan
pemberitaannya, akhirnya memberontak, mereka
pun lalu ikut menyiarkan aksi-aksi demonstrasi yang menyerang Sang
Presiden.
Buku
Media dan Kekuasaan disusun
berdasarkan disertasi doktor Ishadi
SK pada
Program Pascasarjana di Universitas Indonesia, sepuluh
tahun yang lalu.
Tarik
menarik antara para jurnalis dan penguasa media rupanya
terjadi dari dulu hingga saat ini.
Leaders
Talk Episode 2, yang diselenggarakan oleh Telkom University pada
tanggal 26 November 2014, mengangkat topik ”Media
& Kekuasaan”
dengan pembicara utama Ishadi SK, dan Panelis : 1. Dr.
Dadang Rahmat Hidayat - mantan anggota Komisi Penyiaran Indonesia, 2.
Ahmad Mukhlis Yusuf – mantan Dirut Kantor Berita Antara, dan 3. Dr.
Harliantara – Dosen di Telkom University. Dalam diskusi
selama
dua setengah jam yang melibatkan hadirin di studio dan penonton
livestreaming UseeTV ini saya
berperan sebagai host. Leaders
Talk diselenggarakan bulanan sebagai
upaya untuk
menumbuhkan
pemimpin-pemimpin masa depan.
Pokok
pikiran yang mengemuka dalam diskusi dalam
forum ini
diantaranya adalah :
-
Dulu dan sekarang jurnalis di ruang berita televisi tidak pernah bisa menikmati kemerdekaan secara sepenuhnya. Di jaman orde baru state regulation memperkuat hegemoni penguasa. Di jaman reformasi, kekuatan market regulation bisa memaksa wartawan untuk tunduk pada hukum pasar, yang pada banyak situasi dapat menjauhkan konsep media sebagai public sphere.
-
Jurnalis harus terus meningkatkan visi dan pengetahuannya, serta terus menerus mengasah hati nuraninya agar dapat memperkuat posisinya dalam berjuang melawan tekanan-tekanan pasar sebagaimana yang dituntut oleh pemilik modal di era market regulation. Setelah prestasi terbangun , jurnalis mempunyai daya tawar yang tinggi dan dapat mempertahankan sikapnya.
-
Pemilik bisnis sebagai investor dan jurnalis sebenarnya saling membutuhkan, karena investasi di bisnis media, telah menciptakan kesempatan kerja bagi banyak jurnalis. Para pemimpin di dunia media hendaknya membangun keseimbangan antara idealisme dan kepentingan bisnis. Contohnya CNN, the world News Leader sangat menjaga independensinya, dengan prinsip ”No Fear No Favour”. BBC di Inggris sebagai salah satu model TV yang independen mengandalkan dana dari pembayaran iuran pemilik TV sehingga bisa terbebas dari campur tangan pemilik modal.
-
TVRI perlu dibesarkan dengan investasi yang memadai serta diberi kebebasan agar bisa bersaing dengan swasta, sehingga ada media alternatif di Indonesia, yang menyampaikan berita untuk kepentingan publik. Dalam hal ini, Ishadi SK yang pernah besar di TVRI dapat menjadi mentor bagi pimpinan TVRI.
-
Media sosial memungkinkan kita semua untuk bisa memperbaiki kualitas media di ruang publik, dengan menjadi pembaca yang kritis, serta menjadi produsen informasi. Media Sosial dapat membawa agenda, misalnya perang terhadap korupsi dan narkoba. Pesan dari Media Sosial terbukti selama ini didengar dan bahkan masuk dalam pembahasan sidang kabinet.
Internet
dan media sosial telah membuka kesempatan yang luas bagi siapapun
untuk membuat berita. Demoktratisasi
media adalah kesempatan bagi kita untuk meningkatkan kualitas berita
di ruang publik. Sejalan dengan kebebasan untuk menyampaikan
pemikiran dan ekspresi di ruang publik ini dituntut tanggung jawab
kita atas apapun yang kita tulis. Selamat berekpresi dan
berkontribusi untuk meningkatkan kualitas berita di urang publik.
Salam
hangat penuh semangat
Betti
Alisjahbana
No comments:
Post a Comment