Wednesday, December 24, 2014

Media & Kekuasaan



Di Indonesia ada 1.248 Stasiun Radio, 1.707 Koran dan Majalah, serta 76 Stasiun Televisi. Semua itu dikuasai hanya oleh 12 grup media besar : CT Corp, MNC Group, Jawa Pos Group, Kompas Gramedia, Mahaka Media Group, Berita Satu, Tempo, Media Group, Femina Group, Visi Media Asia, Mitra Group, dan Elang mahkota Teknologi. Pemilik media kerap punya kepentingan yang berbeda dengan kepentingan publik. Sebagian berpihak pada partai atau tokoh partai tertentu sehingga independensinya dipertanyakan. Informasi ini saya cuplik dari video berjudul Media Kita : Milik Siapa, Untuk Siapa?yang dibuat oleh organisasi Innovation Policy and Governance. Video itu dapat dilihat di https://www.youtube.com/watch?v=Eoq_8qKnkb0

Sementara itu, dalam buku berjudul Media dan Kekuasaan, Televisi di hari-hari terakhir Presiden SoehartoIshadi SK, mendeskripsikan dan menganalisa dengan cermat berbagai ketegangan yang terjadi di antara newsroom dan wakil pemilik di tiga stasiun : Indosiar, RCTI dan SCTV, ketiganya adalah stasiun televisi milik ”Keluarga Cendana”. Jajaran redaksi yang awalnya masih mencoba membela Soeharto lewat kebijakan pemberitaannya, akhirnya memberontak, mereka pun lalu ikut menyiarkan aksi-aksi demonstrasi yang menyerang Sang Presiden. Buku Media dan Kekuasaan disusun berdasarkan disertasi doktor Ishadi SK pada Program Pascasarjana di Universitas Indonesia, sepuluh tahun yang lalu. Tarik menarik antara para jurnalis dan penguasa media rupanya terjadi dari dulu hingga saat ini.

Leaders Talk Episode 2, yang diselenggarakan oleh Telkom University pada tanggal 26 November 2014, mengangkat topik ”Media & Kekuasaan” dengan pembicara utama Ishadi SK, dan Panelis : 1. Dr. Dadang Rahmat Hidayat - mantan anggota Komisi Penyiaran Indonesia, 2. Ahmad Mukhlis Yusuf – mantan Dirut Kantor Berita Antara, dan 3. Dr. Harliantara – Dosen di Telkom University. Dalam diskusi selama dua setengah jam yang melibatkan hadirin di studio dan penonton livestreaming UseeTV ini saya berperan sebagai host. Leaders Talk diselenggarakan bulanan sebagai upaya untuk menumbuhkan pemimpin-pemimpin masa depan.

Pokok pikiran yang mengemuka dalam diskusi dalam forum ini diantaranya adalah :

  • Dulu dan sekarang jurnalis di ruang berita televisi tidak pernah bisa menikmati kemerdekaan secara sepenuhnya. Di jaman orde baru state regulation memperkuat hegemoni penguasa. Di jaman reformasi, kekuatan market regulation bisa memaksa wartawan untuk tunduk pada hukum pasar, yang pada banyak situasi dapat menjauhkan konsep media sebagai public sphere.
     
  • Jurnalis harus terus meningkatkan visi dan pengetahuannya, serta terus menerus mengasah hati nuraninya agar dapat memperkuat posisinya dalam berjuang melawan tekanan-tekanan pasar sebagaimana yang dituntut oleh pemilik modal di era market regulation. Setelah prestasi terbangun , jurnalis mempunyai daya tawar yang tinggi dan dapat mempertahankan sikapnya.

  • Pemilik bisnis sebagai investor dan jurnalis sebenarnya saling membutuhkan, karena investasi di bisnis media, telah menciptakan kesempatan kerja bagi banyak jurnalis. Para pemimpin di dunia media hendaknya membangun keseimbangan antara idealisme dan kepentingan bisnis. Contohnya CNN, the world News Leader sangat menjaga independensinya, dengan prinsip ”No Fear No Favour”. BBC di Inggris sebagai salah satu model TV yang independen mengandalkan dana dari pembayaran iuran pemilik TV sehingga bisa terbebas dari campur tangan pemilik modal.

  • TVRI perlu dibesarkan dengan investasi yang memadai serta diberi kebebasan agar bisa bersaing dengan swasta, sehingga ada media alternatif di Indonesia, yang menyampaikan berita untuk kepentingan publik. Dalam hal ini, Ishadi SK yang pernah besar di TVRI dapat menjadi mentor bagi pimpinan TVRI.

  • Media sosial memungkinkan kita semua untuk bisa memperbaiki kualitas media di ruang publik, dengan menjadi pembaca yang kritis, serta menjadi produsen informasi. Media Sosial dapat membawa agenda, misalnya perang terhadap korupsi dan narkoba. Pesan dari Media Sosial terbukti selama ini didengar dan bahkan masuk dalam pembahasan sidang kabinet.

Internet dan media sosial telah membuka kesempatan yang luas bagi siapapun untuk membuat berita. Demoktratisasi media adalah kesempatan bagi kita untuk meningkatkan kualitas berita di ruang publik. Sejalan dengan kebebasan untuk menyampaikan pemikiran dan ekspresi di ruang publik ini dituntut tanggung jawab kita atas apapun yang kita tulis. Selamat berekpresi dan berkontribusi untuk meningkatkan kualitas berita di urang publik.

Salam hangat penuh semangat
Betti Alisjahbana

No comments:

Post a Comment