Sunday, January 4, 2015

CEO Harus Beradaptasi dan Menggunakan Gaya Kepemimpinan yang Sesuai dengan Situasi




CEO Harus beradaptasi dan menggunakan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi

Judul diatas adalah pernyataan dari Ken Chenault – CEO American Express, dalam program View From The Top yang diselenggarakan oleh Stanford Graduate School of Business. American Express adalah perusahaan yang didirikan pada tahun 1950 dan bergerak dibidang Jasa Keuangan, dengan produk-produk utama kartu kredit, charge card dan travel check. Pendapatannya lebih dari USD 30 Milyar dan merupakan kartu kredit dengan kepuasan pelanggan pelanggan tertinggi di Amerika.

Sebagai CEO Amex, Ken punya pengalaman melalui berbagai krisis, seperti serangan Nine Eleven, dan peristiwa krisis keuangan. Baginya yang paling berat adalah ketika terjadi serangan Nine Eleven, karena sebelas pegawainya kehilangan nyawa. Menghadapi situasi tersebut, sebagai CEO dia harus menggalang persatuan di organisasinya, membangun harapan, sekaligus menghadapi kenyataan bahwa industri perjalanan menjadi berantakan dan penggunaan kartu kredit menurun drastis. Karenanya sebagai CEO, Ken harus men-transformasi perusahaan dalam waktu singkat. Tantangan sebagai CEO pada saat itu adalah bagaimana dia harus tegas sekaligus penuh welas asih.

Amex harus mengubah struktur biayanya dan melepas 12 % pegawainya demi keberlangsungan masa depan perusahaan. Untuk itu, Ken melaksanakan nya dengan penuh perhatian. Dia menjelaskan dengan jujur kepada para pegawai apa yang terjadi pada perusahaan serta bagaimana perusahaan menghadapinya. Dengan cara ini pegawai merespon dengan baik dan terdorong untuk bekerja dan melayani pelanggan dengan lebih baik lagi.

Amex adalah salah satu perusahaan dengan brand terbaik di Amerika. Baginya membangun brand adalah membangun hubungan rasional dan emosional. Untuk itu dibutuhkan keterlibatan personal, serta adanya tujuan yang lebih tinggi dari sekedar menjual produk, misalnya ; mengubah kehidupan manusia, atau mempengaruhi kehidupan manusia, atau menemukan kembali perusahaan. Untuk membangun brand, fokus kepada layanan sangatlah penting. Bagi Amex, misi utamanya adalah menjadi the most respected service brand.

Amex harus terus melakukan inovasi. Untuk itu Amex harus tau persis interaksi layanan apa yang akan menghasilkan spending. Demikian pula apa yang akan mendorong kesetiaan pelanggan. Untuk menghasilkan layanan yang baik, Amex selalu merekrut pegawai yang suka dan menikmati melayani orang. Ken percaya bahwa Attitude adalah faktor penting yang akan membuat perusahaannya unggul dari yang lain.

Kita melihat perubahan terjadi sangat cepat, apalagi dengan kehadiran internet. Kita banyak melihat beberapa industri menjadi tidak relevan. Ken mendefinisikan bisnis Amex sebagai menyambungkan penjual dengan pembeli dengan memanfaatkan infrastruktur pembayaran. Saat ini Amex memiliki platform pembayaran yang paling terintegrasi. Yang dilakukan Amex adalah mengumpulkan merchant, memproses transaksi mereka dengan para pembelinya dalam proses yang lengkap. Dengan cara ini Amex jadi mempunyai informasi yang lengkap tentang merchant dan pengguna akhir. Dan informasi ini sangat berharga dan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan produk-produk selanjutnya. Amex siap menyambut tranformasi digital. Ken lebih suka melihat Amex sebagai service company, dan tidak hanya dibatasi sebagai financial service company. Amex adalah produk life style, karena berkaitan erat dengan e-commerce, travel dll . Sejalan dengan berkembangnya media sosial, Amex menjalin kerja sama dengan twitter dan facebook.

Didalam menyambut perubahan, Ken menyiapkan para pegawainya agar siap untuk berubah. Ken mendorong constructive confrontation untuk mendorong munculnya ide-ide baru. Ken juga memasukkan pegawai dari luar perusahaan. Pada saat ini 60-65 persen promosi berasal dari dalam, selebihnya berasal dari luar. Baginya inovasi sangat penting dan karenanya membawa nafas baru dari luar perusahaan juga penting.

Seorang pemimpin harus bisa menjadi pendengar aktif agar bisa memberdayakan orang. Ken adalah seorang African American. Sebagai kaum minoritas yang berhasil menjadi CEO salah satu perusahaan terbesar di Amerika, Ken memberikan kiat agar kita fokus pada hal-hal yang bisa kita kontrol, yaitu kinerja. Di dalam mengambil keputusan, seringkali Ken menggunakan intuisi yang didukung dengan analisa dan pertimbangan yang didasari oleh nilai-nilai. Sebagai pemimpin kadang-kadang perlu menggunakan gaya directive atau pada kesempatan yang lain menggunakan gaya consensus driven. Didalam menentukan gaya kepemimpinan mana yang paling tepat dengan situasi, perlu dilakukan analisa dan penilaian atas kesiapan tim yang dipimpinnya.

No comments:

Post a Comment