CEO
Harus beradaptasi dan menggunakan gaya kepemimpinan yang sesuai
dengan situasi
Judul
diatas adalah pernyataan dari Ken Chenault – CEO American Express,
dalam program View From The Top yang diselenggarakan oleh Stanford
Graduate School of Business. American Express adalah perusahaan yang
didirikan pada tahun 1950 dan bergerak dibidang Jasa Keuangan, dengan
produk-produk utama kartu kredit, charge card dan travel check.
Pendapatannya lebih dari USD 30 Milyar dan merupakan kartu kredit
dengan kepuasan pelanggan pelanggan tertinggi di Amerika.
Sebagai
CEO Amex, Ken punya pengalaman melalui berbagai krisis, seperti
serangan Nine Eleven, dan peristiwa krisis keuangan. Baginya
yang paling berat adalah ketika terjadi serangan Nine Eleven,
karena sebelas pegawainya kehilangan nyawa. Menghadapi situasi
tersebut, sebagai CEO dia harus menggalang persatuan di
organisasinya, membangun harapan, sekaligus menghadapi kenyataan
bahwa industri perjalanan menjadi berantakan dan penggunaan kartu
kredit menurun drastis. Karenanya sebagai CEO, Ken harus
men-transformasi perusahaan dalam waktu singkat. Tantangan sebagai
CEO pada saat itu adalah bagaimana dia harus tegas sekaligus penuh
welas asih.
Amex
harus mengubah struktur biayanya dan melepas 12 % pegawainya demi
keberlangsungan masa depan perusahaan. Untuk itu, Ken melaksanakan
nya dengan penuh perhatian. Dia menjelaskan dengan jujur kepada para
pegawai apa yang terjadi pada perusahaan serta bagaimana perusahaan
menghadapinya. Dengan cara ini pegawai merespon dengan baik dan
terdorong untuk bekerja dan melayani pelanggan dengan lebih baik
lagi.
Amex
adalah salah satu perusahaan dengan brand terbaik di Amerika. Baginya
membangun brand adalah membangun hubungan rasional dan emosional.
Untuk itu dibutuhkan keterlibatan personal, serta adanya tujuan yang
lebih tinggi dari sekedar menjual produk, misalnya ; mengubah
kehidupan manusia, atau mempengaruhi kehidupan manusia, atau
menemukan kembali perusahaan. Untuk membangun brand, fokus kepada
layanan sangatlah penting. Bagi Amex, misi utamanya adalah menjadi
the most respected service brand.
Amex
harus terus melakukan inovasi. Untuk itu Amex harus tau persis
interaksi layanan apa yang akan menghasilkan spending.
Demikian pula apa yang akan mendorong kesetiaan pelanggan. Untuk
menghasilkan layanan yang baik, Amex selalu merekrut pegawai yang
suka dan menikmati melayani orang. Ken percaya bahwa Attitude
adalah faktor penting yang akan membuat perusahaannya unggul dari
yang lain.
Kita
melihat perubahan terjadi sangat cepat, apalagi dengan kehadiran
internet. Kita banyak melihat beberapa industri menjadi tidak
relevan. Ken mendefinisikan bisnis Amex sebagai menyambungkan penjual
dengan pembeli dengan memanfaatkan infrastruktur pembayaran. Saat ini
Amex memiliki platform pembayaran yang paling terintegrasi. Yang
dilakukan Amex adalah mengumpulkan merchant, memproses transaksi
mereka dengan para pembelinya dalam proses yang lengkap. Dengan cara
ini Amex jadi mempunyai informasi yang lengkap tentang merchant dan
pengguna akhir. Dan informasi ini sangat berharga dan dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan produk-produk selanjutnya. Amex siap
menyambut tranformasi digital. Ken lebih suka melihat Amex sebagai
service company, dan tidak hanya dibatasi sebagai financial
service company. Amex adalah produk life style, karena
berkaitan erat dengan e-commerce, travel dll
. Sejalan dengan berkembangnya media sosial, Amex menjalin kerja
sama dengan twitter dan facebook.
Didalam
menyambut perubahan, Ken menyiapkan para pegawainya agar siap untuk
berubah. Ken mendorong constructive confrontation untuk
mendorong munculnya ide-ide baru. Ken juga memasukkan pegawai dari
luar perusahaan. Pada saat ini 60-65 persen promosi berasal dari
dalam, selebihnya berasal dari luar. Baginya inovasi sangat penting
dan karenanya membawa nafas baru dari luar perusahaan juga penting.
Seorang
pemimpin harus bisa menjadi pendengar aktif agar bisa memberdayakan
orang. Ken adalah seorang African American. Sebagai kaum minoritas
yang berhasil menjadi CEO salah satu perusahaan terbesar di Amerika,
Ken memberikan kiat agar kita fokus pada hal-hal yang bisa kita
kontrol, yaitu kinerja. Di dalam mengambil keputusan, seringkali Ken
menggunakan intuisi yang didukung dengan analisa dan pertimbangan
yang didasari oleh nilai-nilai. Sebagai pemimpin kadang-kadang perlu
menggunakan gaya directive atau pada kesempatan yang lain
menggunakan gaya consensus driven. Didalam menentukan gaya
kepemimpinan mana yang paling tepat dengan situasi, perlu dilakukan
analisa dan penilaian atas kesiapan tim yang dipimpinnya.
No comments:
Post a Comment